PEKANBARU – Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru kembali mengedepankan keadilan restoratif (restorative justice) dalam penyelesaian perkara pidana.
Kali ini, langkah humanis itu diberikan kepada seorang pemuda bernama Muhammad Rio Saputra alias Rio, yang diketahui tidak menamatkan pendidikan sekolah dasar dan berasal dari keluarga pemulung.
Kepala Kejari Pekanbaru, Silpia Rosalina menjelaskan, penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif diberikan setelah seluruh proses ekspos dan kajian sesuai Pasal 5 Perja Nomor 15 Tahun 2020 dinyatakan memenuhi syarat.
“Berdasarkan usulan penyelesaian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif disetujui. Barang bukti berupa satu unit motor Honda Beat milik saksi korban Erianto sudah kami kembalikan kepada korban,” ujar Silpia.
Dengan keputusan tersebut, Kejari Pekanbaru menetapkan penghentian penuntutan untuk tersangka Rio dalam perkara pencurian sepeda motor. Kendati begitu, Silpia menegaskan bahwa surat penetapan ini dapat dicabut kembali apabila di kemudian hari ditemukan fakta baru atau adanya putusan praperadilan yang menyatakan penyelesaian perkara tidak sah.
Di balik perkara hukum yang menjerat Rio, Kejari Pekanbaru justru menemukan kisah lain. Rio ternyata tidak tamat sekolah dasar. Ia juga menjadi tulang punggung keluarga setelah kakaknya meninggal, sementara kedua orang tuanya bekerja sebagai pemulung dan harus menghidupi lima adik-adiknya.
Melihat kondisi ini, Kejari Pekanbaru memutuskan untuk tidak sekadar menghentikan penuntutan, tetapi juga memberikan jalan baru bagi masa depan Riyo.
“Kami ingin merestorasi masa depan Riyo. Setelah penetapan ini dibacakan, kami tidak melanjutkan penuntutannya. Kami akan sekolahkan dia ke Paket A di BKBM Insan Cendekia, agar pendidikan setara SD bisa ditamatkan,” kata Silpia.
Tak hanya itu, Riyo juga ditawarkan mengikuti Program RJ Multiguna di mana ia dapat menjalani pelatihan di BLK untuk menjadi montir. Harapannya, keterampilan itu kelak bisa meningkatkan kehidupan ekonomi keluarga.
“Semoga niat baik ini diseriuskan oleh Riyo. Tamat Paket A, ia bisa lanjut pelatihan dan membantu orang tuanya. Kami berharap orang tua juga ikut mendukung,” tegas Silpia.
Program keadilan restoratif yang diberikan Kejari Pekanbaru bukan sekadar penghentian perkara, tetapi upaya memulihkan kehidupan tersangka dan keluarganya.
Dalam kasus Rio, keputusan ini menjadi titik balik dari seorang pemuda putus sekolah yang tersandung masalah hukum, menjadi seseorang yang kembali mendapat kesempatan pendidikan dan pelatihan.
“Rio sekarang yang paling tua setelah abangnya meninggal. Dia harus menjadi contoh bagi adik-adiknya. Kami harap dukungan keluarga membuat perjalanan Rio ini berjalan baik,” tutup Silpia Rosalina.
Langkah Kejari Pekanbaru ini kembali menunjukkan bahwa keadilan restoratif tidak hanya menyelesaikan perkara, tetapi juga mengembalikan harapan dan masa depan seseorang.




